test

Mengurai Makna "Darah-Ku, Bapa!": Apakah Bapa dan Yesus Berbeda Pendapat? 🤔

Baru-baru ini, sebuah pertanyaan teologis yang mendalam muncul dari kutipan tulisan Ellen G. White (EGW), khususnya saat Yesus terdengar memohon kepada Bapa menggunakan frasa "Darah-Ku, darah-Ku." Bagi sebagian orang, ini menimbulkan kesan seolah-olah ada perbedaan kehendak atau bahkan konflik antara Bapa dan Anak. Apakah Yesus perlu meyakinkan Bapa untuk mengampuni manusia?

Mari kita selami lebih dalam untuk menemukan harmoni, bukan kontradiksi, dalam pesan ilahi ini.

📜 Dua Kutipan yang Menimbulkan Pertanyaan

Untuk memahami konteksnya, mari kita lihat dua kutipan utama yang menjadi pusat diskusi:

Kutipan #5: "Yang Mulia dari Surga berdiri di hadapan Bapa, memohon, 'Darah-Ku, darah-Ku; luputkanlah orang berdosa sedikit lebih lama demi Aku.'... namun Ia memohonkan darah-Nya di hadapan takhta Bapa-Nya! Oh! tidak bisakah Anda dibujuk untuk datang? Kami mohon Anda untuk datang."

— RH, 19 April 1870

Kutipan #8: "...perkaranya [umat Allah] dibela oleh Yesus, Advokat mereka, di hadapan Bapa-Nya. Ia berseru, 'Luputkan mereka, Bapa, luputkan mereka, mereka adalah tebusan Darah-Ku,' dan mengangkat tangan-Nya yang terluka kepada Bapa-Nya."

— 2T 106.1

Secara sekilas, bahasa yang digunakan memang terdengar seperti sebuah permohonan yang mendesak dari satu pihak ke pihak lain yang seolah enggan. Namun, apakah ini satu-satunya cara untuk menafsirkannya?

🔍 Mencari Harmoni dengan Konteks yang Lebih Luas

Untuk mendapatkan gambaran yang utuh, kita tidak bisa hanya mengambil satu atau dua ayat secara terpisah. Kita harus membandingkannya dengan kebenaran Alkitab lainnya yang lebih gamblang, seperti:

"Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa."

— Yohanes 14:9

"Aku tidak akan berdoa kepada Bapa untukmu, karena Bapa sendiri mengasihi kamu."

— Yohanes 16:26

Ayat-ayat ini menegaskan kesatuan karakter dan tujuan antara Bapa dan Anak. Jika demikian, bagaimana kita memahami permohonan Yesus? Ini membawa kita pada kesimpulan bahwa kita harus menyingkirkan gagasan bahwa satu pribadi dari Ke-Allahan perlu membujuk pribadi lainnya untuk menjadi pengasih dan baik hati. Sebaliknya, kita perlu memahami gaya bahasa yang digunakan.

💡 Analogi untuk Memahami Bahasa Nabi

Para nabi sering menggunakan bahasa simbolis yang disesuaikan dengan pemahaman audiens mereka. Tujuannya adalah untuk memberikan dampak maksimal dan memanggil mereka untuk bertobat.

Contoh 1: Mikha dan Raja Ahab (1 Raja-raja 22)
Nabi Mikha menggambarkan Allah mengizinkan "roh dusta" berada di mulut para nabi palsu. Apakah ini berarti Allah secara aktif menciptakan kebohongan? Tentu tidak. Mikha menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh Raja Ahab—yang memiliki konsep dewa yang "menyebabkan" segala sesuatu—untuk menyampaikan kebenaran bahwa para nabinya sedang menipu.

Contoh 2: Kematian Raja Saul (1 Tawarikh 10:14)
Alkitab mencatat, "Sebab itu TUHAN membunuhnya." Padahal, Saul bunuh diri. Penulis yang diilhami mencatat akibat akhir dari pemberontakan Saul sebagai tindakan Tuhan, karena penolakan Saul terhadap Tuhan-lah yang membawanya pada kehancuran.

Dengan cara yang sama, EGW berbicara kepada "anak-anak rohani" yang mungkin belum sepenuhnya memahami sifat Allah. Ia menggunakan bahasa permohonan yang dramatis untuk melukiskan betapa besar pengorbanan Kristus dan betapa seriusnya dosa kita. Tujuannya bukan untuk menjelaskan dinamika internal Ke-Allahan, melainkan untuk menyentuh hati pembacanya.

🩸 Darah Kristus: Simbol Kebenaran, Bukan Cairan Literal

Kata "darah" dalam Alkitab seringkali bersifat simbolis. Darah melambangkan "kehidupan" (Imamat 17:11). Darah Kristus melambangkan kehidupan-Nya yang sempurna dan kebenaran tentang karakter Allah yang Ia ungkapkan.

"Ragi kebenaran mengerjakan perubahan pada seluruh manusia... Olehnya yang najis disucikan, dicuci dalam darah Anak Domba."

— Christ’s Object Lessons, hlm. 102

Jadi, ketika Yesus "memohonkan darah-Nya," itu adalah cara simbolis untuk mengatakan bahwa Ia mempersembahkan kehidupan-Nya yang sempurna dan kemenangan-Nya atas dosa sebagai dasar pengampunan kita. Bukan Allah yang membutuhkan darah ini untuk diyakinkan. Kitalah yang membutuhkan "darah Kristus," yaitu kebenaran tentang kasih Allah yang memenangkan kita untuk percaya.

✨ Kesimpulan: Peran Berbeda, Satu Tujuan Tunggal

Ketiga pribadi Ke-Allahan memiliki peran yang berbeda namun harmonis:

  • Bapa: Sumber dari segala sesuatu yang baik.
  • Anak (Yesus): Mediator dan saluran yang melaluinya kasih Bapa diungkapkan.
  • Roh Kudus: Penerap yang membawa karya keselamatan itu ke dalam hati kita.

Permohonan Yesus di surga bukanlah upaya untuk mengubah pikiran Bapa. Sebaliknya, itu adalah sebuah gambaran visual dari peran-Nya sebagai Imam Besar kita. Kristus berpaling kepada Bapa, bukan untuk membujuk-Nya, melainkan untuk menerima kepenuhan tujuan kasih Bapa dan melaksanakannya bagi kita. Ini adalah demonstrasi kasih yang sempurna, bukan perselisihan ilahi.

Comments

Popular posts from this blog

tes

Minggu - SS

test